Desember lalu kesibukan saya beronline ria makin menjadi-jadi. Bukan urusan pekerjaan. Namun urusan-urusan malam hari. Kerja-kerja komunitas.

Sejak pandemi mulai menjadi realita baru, pertemuan offline banyak dialihkan ke online. Namun ada beberapa urusan yang susah dilakukan secara offline. Obrolan atau lobby warung kopi masih jadi menu penting dalam menjaga relasi.

Apalagi dalam kasus membangun kesadaran akan ide-ide baru. Tidak mudah meyakinkan orang akan ide-ide baru dalam ruang online. Dalam hal ini saya terkesima dengan kemampuan para kelompok teroris dalam merekrut orang-orang menjadi kombatan bahkan pergi dan hijrah ke luar negeri.

Bicara konstitusi

Yang saya lakukan tidak sampai mengajak hijrah. Saya hanya mengajak anak-anak muda untuk melihat kembali konsitusi negara kita, terutama pasal 28 dan 29. Pasal dan ayat yang membahas hak warga (atau penduduk) untuk memilih, berpindah dan mengamalkan agama dan kepercayaan mereka.

Hak atas agama dan kepercayaan ini salah satu hak sakral baik dalam budaya barat atau timur. Dalam konstitusi Amerika ini adalah hak yang mana Negara dilarang membuat aturan apapun yang bisa mengurangi hak hak ini. Dalam budaya Islam kemerdekaan orang untuk memilih, percaya dan beriman adalah salah satu prinsip mengapa manusia lebih tinggi daripada mahluk lain, termasuk malaikat.

Jadi urusan kemerdekaan atas pikiran, agama dan kepercayaan ini urutan lebih atas dari soal kesejahteraan, kemakmuran dan bahkan keamanan. Orang rela dan sah untuk berperang membela kemerdekaan dia. Ah tentu saya tidak mengajak berperang, saya hanya mengajak membaca konstitusi.

Ketika kelas kamu kena ghosting

Apasih kendala berkomunikasi ke banyak orang secara online? Jadi gini dalam ruang-ruang atau kelas offline ketika kita berkomunikasi kita mengharapkan feedback atau umpan balik. Baik itu pertanyaan, sanggahan, tertawa atau gesture tubuh. Dari umpan balik itu kita bisa mengevaluasi apakah informasi yang kita sampaikan sampai, dimengerti, diterima atau ditolak.

Cilakanya jika dalam kelas-kelas online ini kita kena ghosting. Wih gak cuman anak presiden loh yang bisa mainan ghosting. Peserta rapat atau kelas online ini bisa membuat fasilitator pusing tujuh keliling kena ghosting.

Jadi ghosting dalam kelas ini biasanya terjadi setelah kita bercuap-cuap menyampaikan materi. Ketika kita lempar sesi tanya jawab tidak satupun yang merespon. Diam, hening, ngeri.

Perkara ghosting begini sebenarnya dalam relasi offline juga bisa terjadi, tapi karena kita bisa menjangkau mereka secara fisik kita punya model komunikasi dari yang halus hingga kasar (jadi inget guru SMP yang suka lempar kapur). Dalam kelas online macam zoom, bayangkan jika seluruh kamera off, mic off dan chat kosong. Dari banyak kelas-kelas yang saya ampu saya ada beberapa pengalaman yang mungkin berguna.

Tips anti ghosting

Pertama, pastikan peserta yang terlibat memang berminat untuk ada di dalam kelas. Caranya dengan menfilter, mulai dari pendaftaran hingga meminta mereka mengisi quizoner sebelum kelas. Filtering ini berguna untuk membuat batas seberapa serius peserta yang kita harapkan. Makin serius keterlibatan yang diharapakan ya filtering kudu makin susah.

Kedua, kuasai siapa pendengar kamu. Selalu bikin riset siapa yang akan kamu ajak bicara, umur mereka, pendidikan, latar belakang. Tidak perlu menghapal satu persatu namun perlu untuk mempelajari demografi mereka. Ini bisa kita dapat dari langkah nomer satu tadi.

Ketiga, materi pendek dan interaktif. Buat para pendengar terlibat misal dengan melempar quiz quiz kecil, pertanyaan gak penting-penting amat atau jokes-jokes. Buat mereka merasa memang hadir dan terlibat aktif. Dalam beberapa kelas saya bahkan mengijinkan para pendegar untuk melakukan interupsi, baik via chat, kode tangan atau interupsi suara langsung. Pengalaman saya lebih mudah menurunkan tingkat partisipasi, misal meminta untuk silent 10 menit ketimbang menaikkan interaksi.

Keempat, nah ini jurus rahasia saya. Ada kalanya upaya-upaya diatas tetap gak berhasil. Maka siapkan peserta jadi-jadian. Jadi ini peserta yang memang kita masukkan ke dalam kelas untuk bertanya. Tugas dia pokoknya bertanya. Makin canggih kalau peserta bayangan ini tahu kapan harus bertanya tanpa perlu di kode lagi.

Kelima, ini tips yang menurut saya agak melenceng. Ya kalau model-model diatas memang tidak berhasil membangun interaksi aktif dengan peserta mungkin ada baiknya dirubah saja model komunikasi. Bikin model podcat dimana dua tau lebih orang berbicara dan saling bertanya. Mereka sudah punya dunia sendiri sementara orang lain hanya numpang. Sebagai penumpang boleh saja bertanya jika diberi kesempatan, tapi tidak harus.

Model kelima ini saya pelajari dari klub bisnis online SB1M. Para fasilitator biasanya akan ngoceh sendiri atau berdua di Youtube. Para peserta bisa memberi komentar di live chat youtube yang akan dibacakan oleh fasilitator. Ya model-model pembawa acara di radio lah.

Nah itulah tips bikin kelas anti ghosting saya. Silahkan mencoba.

Note: artikel ini mungkin akan diedit dalam waktu dekat.